Note :
Apa yang tertulis semuanya adalah hasil rangkaian imajinasi saya
di waktu senggang, jadi semoga kalian bisa menikmati apa yang saya tulis.
Cerita dibawah adalah lanjutan dari cerita sebelumnya, bagi yang belum membaca
cerita bagian pertama bisa baca disini Bagian I
Harapan?
Setiap orang pasti memiliki harapannya masing-masing.
Kenyataan?
Terkadang kenyataan tak seperti apa yang kita harapkan meski harapan
itu telah dirancang sedetail apapun itu.
Dan sebagian orang akan berkata “Tuhan gak adil, kenapa harus seperti
ini dan kenapa apa yang diharapkan tak menjadi kenyataan padahal susah payah
untuk mewujudkannya.”
Saat itu kita hanya perlu melihat dari sudut pandang yang lain ketika
apa yang kita dapatkan tak sesuai dengan harapan.
Mungkin itu sebagai pelajaran atau itu lebih baik dari apa yang kita
harapkan.
Teruslah memiliki harapan atau pun impian sebagai tolak ukur seberapa
jauh kita berusaha untuk mendapatkan apa yang kita harapkan.
Mampu atau tidak meraihnya setidaknya kita telah berusaha.
Jangan pernah menyerah untuk sesuatu yang tulus.
Selamat Membaca :)
Satu tahun lebih berlalu
dari hari kejadian itu, aku masih mengingat saat itu meski kamu memintaku untuk
melupakan hari itu.
Merindukanmu?
Ya.
Mungkin saat ini aku
merindukanmu dan berharap bisa bertemu denganmu meski hanya untuk sekali saja,
aku selalu mengkhayalkanmu kita dapat bertemu lagi di tempat pertama kita
bertemu.
Saat aku sedang
memikirkan tentangmu, tiba-tiba handphone ku berbunyi.
“nomor pribadi, siapa yang menelpon?” Tanyaku
dalam hati saat itu.
Dan aku pun
mengangkat telpon dari nomor pribadi tersebut dan ternyata
“Assalamu’alaikum
kumbang, apa kabar? Masih ingat suara ini?”
Suara yang tidak
asing lagi di kupingku karna suara ini adalah suara yang amat menjengkelkan
dalam hidup namun sangat dirindukan setiap saat.
“Bunga?” Pertanyaan
pertamaku untuk memastikan itu dirimu.
“Jawab dulu
wa’alaikumsalam baru jawab itu. Yap betul, ternyata kamu masih inget suaraku.
Aku jadi terharu.hehe” dengan nada ceriamu, kamu menjawab.
“Akh iya,
wa’alaikumsalam. Gimana kabarnya dan tahu darimana ini no. telp ku?” Tanyaku
yang heran darimana kamu dapat menemukan nomor telpon ku.
“Hey-hey aku yang
tanya duluan gimana kabar kok, malah aku yang di isntrogasi duluan.”
Dengan nada kesalmu
kamu menjawab.
“Eh, maaf.”
“Jadi kamu dulu yang
harus jawab!”
“Iya deh cewe aneh,
Alhamdulillah baik. Kamu sendiri gimana kabarnya dan kamu tahu dari mana ini
nomerku?”
“Syukurlah kalau
gitu. Kamu gak perlu tahu kabarku dan aku tahu nomer kamu dari mana. Karna aku
punya mata-mata dimana-mana.haha”
“Huft dasar cewe
aneh, ya udah kalau gitu aku tutup aja kalau kamu gak mau kasih tahu. Da” Belum
sempat aku mengucapkan dadah kamu memotong perkataanku.
“Apa! Kamu berani
nutup telpon dari aku, kamu gak akan bakalan hidup tenang selamanya!”
“Hah? Emangnya kenapa
cewe aneh?”
“Aku yang harus
matiin telpon setiap aku nelpon kamu. Jadi aku akan nelpon kamu disaat aku
pengen ngobrol sama kamu. Sampai saat itu tiba, kita akan saling berbagi cerita
apa yang kita alami setiap hari.” Katamu saat itu dan yang selalu membuatku tak
mengerti kenapa aku selalu mengikuti apa yang kamu katakan.
“Eh, maksdunya?” Tanyaku
yang keheranan akan perkataanmu.
“Pokoknya gitu deh,
jadi setiap ada telpon pribadi angkat aja soalnya itu aku. Ya udah yah, aku ada
urusan dulu nanti aku telpon lagi. Assalamu’alaikum.”
“Eh, tunggu dulu.”
‘Tuuut-tuuut-tuuut’
Suara handphoneku
sesaat setelah kamu mengakhiri perbincangan kita.
Saat itu perbincangan
berakhir dengan satu pihak, karna kamu seperti biasa membuatku tak pernah mengerti
tentang apa yang kamu katakan.
Dan saat itu aku
kembali bekerja, setelah satu tahun aku bekerja di jakarta dan akhirnya aku pun
memutuskan untuk pulang kampung dan bekerja disana.
Waktu pun terus
berlalu dan saat itu jam di handphoneku menunjukan pukul 20:14 aku pun masih
tak mengerti apa yang kamu katakan tadi pagi, saat aku sedang memikirkan
semuanya tiba-tiba handphoneku berbunyi.
“Panggilan pribadi?
Pasti ini Bunga si cewe aneh” Dalam hatiku berkata lalu aku pun mengangkat
telpon itu.
“Assalamu’alaikum
kumbang, kamu lagi ngapain malam minggu gini?” Suara tak aneh lagi ku dengar
yang tidak lain adalah kamu, Bunga.
“Eh kamu cewe aneh,
aku mau ngo” belum sempat aku menyelesaikan perkataanku, kamu kembali memotong
perkataanku.
“Kumbang! Kalau ada
yang bilang assalamu’alaikum itu dijawab wa’alaikumsalam bukan marah-marah gak
jelas. Cepet jawab dulu!” Dengan nada kesalmu kamu berkata.
“E, wa’alaikumsalam.
Lah yang seharusnya marahkan aku, kenapa jadi kamu yang ngotot.” Aku pun menjawab
dengan sedikit kesal karna seharusnya aku yang marah padamu bukan aku yang di
omelin olehmu.
“Nah gitu dong, mau
ngomong apa emangnya? Ouh iya gini, sampai saatnya pertemuan berikutnya aku
akan buat kamu lebih baik dan bijak dari pertama kita berjumpa. Jadi kalau
lebih jelasnya aku bakalan jadi guru kamu tentang apapun itu dan kita akan
saling sharing tentang apapun itu.”
“Hah? Maksudnya? Aku
yang mau ngomong tapi kamu malah buat aku tambah pusing.” Jawabku yang semakin
tak mengerti apa yang ada di pikiranmu saat itu.
“Pokokonya seperti itu, dan gak ada siaran
ulang. :p ”
“Hah? Kamu selalu
saja membuatku tak mengerti dengan apa yang ada dalam fikiranmu dan anehnya lagi kenapa aku bisa mengikuti apa yang
kamu katakan. huft”
“Suatu saat kamu akan
mengerti kok. Oh iya kumbang, kamu sering selfie gak?” Tanyamu padaku saat itu.
“Maksudnya? Selfie
yang foto-foto diri sendri itu?”
“Yap betul! Kamu
dapet nilai 100.”
“100 dikira lagi main
kuis apa. Gak pernah emang kenapa gitu? Kan kamu tahu sendiri kalau hp aku gak
ada kameranya.”
“Ya ampun belum ganti
juga tuh hp, setia bener. Syukurlah kalau begitu.”
“Bukan setia tapi karna
bagiku sesuatu yang udah lama ada harus dijaga dan karna mungkin banyak kenangannya
meski hp butut seperti ini. eh maksudnya?”
“Ya syukurlah kalau
kamu gak suka foto-foto selfie, bagiku itu banyak gak baiknya karna banyak hal
yang di larang agama. Misalnya aja yang menjulurkan lidah, itu sama aja kayak
gogok betina yang ingin kawin dengan jantan dan lain-lainlah pokoknya.”
“Ya sih, tapi
entahlah mungkin inilah kemajuan zaman dimana hal yang buruk di jadikan baik
begitu pun sebaliknya.”
“Ya, salah satu surat
dalam al-qur’an juga ada yang menjelaskan bahwa Sesuatu yang kau anggap baik
belum tentu baik di sisi Allah begitupula sebaliknya.”
“Nah itu dia, apapun
yang kita lakukan suatu saat akan di pertanggung jawabkan. Tak masalah
melakukan apapun itu tapi kita harus siap mempertanggung jawabkan apa yang kita
lakukan. Kita sesama manusia hanya bisa saling mengingatkan satu sama lain.”
“Yap betul! Kamu
pinter juga, dapet 100 lagi.hehe”
“Pinter juga?
Maksudnya aku ini bodoh gitu?” Dengan nada kesalku berkata.
“hehe, enggak kamu
pinter beneran, tadi cuma bercanda.”
“Huft, itu dari tadi
dapet nilai 100 mulu, bisa dituker gak jadi apa gitu yang bisa dijadiin
kenang-kenangan?”
“Hmmmm maunya apa?
Nanti aku bawain sesuatu deh pas ketemuan nanti.”
“Huft janji yah?Oh
iya bunga, kalau bagiku kata yang aku gak suka adalah lebay dan alay.”
“Iya kumbangku. Lebay
dan alay? Emang kenapa kamu gak suka kata itu?”
“Ya karna aku kan
suka nulis dan apa yang aku tulis adalah apa yang ada di pikiranku yang entah
darimana datangnya. Jadi setiap aku keluarin di media sosial sebagian ada temen
yang berkata lebay dan alay, padahal menurutku gak ada kata lebay atau alaynya.”
“Kamu penulis? Emang
kamu suka nulis tentang apa?”
“Bukan penulis sih
tapi suka nulis hal-hal apa aja yang pengen aku tulis. Ya banyak, pokoknya tentang
apa yang aku rasakan atau apapun itu.”
“Kata-kata kamu aja
mungkin berlebihan.”
“Berlebihan gimana
maksudnya?”
“Ya mungkin terlalu
puitis misalnya.”
“Hmmm entahlah tapi
terkadang setiap orang pasti memiliki kata-kata bijaknya masing-masing dan
setiap orang takkan pernah merasakan apa yang kita rasakan sebelum merasakan
hal yang sama.”
“Ya mugkin seperti
itu. Tapi teruslah lakukan apa yang kamu suka dan jangan peduliin apa yang
orang lain katakan tentangmu lebih baik jadikan apa yang mereka katakan menjadi
semangatmu hingga perkataan mereka berubah menjadi tepuk tangan.”
“Ya, makasih banyak.”
“Nah gitu dong, ganbateyo!
Kumbang, kamu udah punya pacar belum sekarang?”
“Belum. Kamu
sendiri?”
“Belum, tapi aku lagi
menunggu seseorang mengatakan perasaannya.”
“Wah, siapa? kalau
dia gak berani ngungkapin perasaanya kenapa gak kamu yang duluan mengatakannya,
daripada gak ada yang mengatakannya entar nyesel loh.”
“Enggak akh soalnya
seharusnya cowo yang nyatain duluan, masa cewe duluan. Lagi pula kita
terpisahkan jarak dan mungkin kita tak akan pernah saling bersama untuk
selamanya.”
“Kenapa kamu menyerah
sebelum mencoba? Aku pun sama menyukai seseorang namun orangnya begitu jauh dan
entah orang itu menyukaiku atau tidak.”
“Kamu sendiri kenapa
gak mencoba mengatakannya?”
“Ya karna bagiku jika
kita di takdirkan bersama mungkin kelak di pertemukan kembali dan jika tidak, mungkin semua hanya pelajaran untuk
mendewasakan.”
“Terus kamu akan
menyimpannya sendirian tanpa pernah mengatakannya?”
“Sesuatu yang di sampaikan
oleh hati mungkin akan sampai juga ke hati, lagi pula aku gak akan pacaran
karna banyak temenku yang pacaran lama namun akhirnya harus berakhir dan mereka
selalu berkata ‘pacaran itu hanya menghabiskan waktu dan uang’.”
“Hmmmmm mungkin karna
memang ketika dia memutuskan bersamamu, dia mempercayakan hal yang penting
yaitu hati dan waktu yang gak bisa di kembalikan lagi. Baguslah kalau begitu,
aku harap kamu dapat dipertemukan dengan wanita yang kamu inginkan.Aamiin”
“Terimakasih banyak.
Kamu sendiri juga sama semoga orang yang kamu sukai memyatakan cintanya
padamu.hehe”
“Mungkin inilah cinta
pertama yang kita perbincangkan waktu itu.” Serempak kita mengucapkannya
“Hahaha” Kita pun
tertawa bersama saat itu.
“Ternyata kita
merasakan apa yang kita bicarakan saat itu.” Katamu saat itu.
“Ya mungkin inilah
cinta pertama yang kamu tanyakan saat itu.”
“Huaaah. Ya udahlah kalau
gitu, aku udah ngantuk banget, besok kita lanjutkan lagi dan bolehkah aku meminta satu
permintaan?” Katamu padaku dengan nada yang sepertinya mengantuk.
“Permintaan?” Tanyaku
saat itu.
“Tolong nyanyiin nina
bobo sampai aku tidur dan sebelum telpon ini di matiin olehku jangan di matiin dulu.”
“Hah? Permintaan aneh
macam apa lagi itu?”
“Dimulai. Cepet
nyanyiin nina bobo, aku udah ngantuk banget nih.”
“Iya deh cewe aneh.
Bunga bobo oh bunga bobo kalau tidak bobo di gigit kumbang.” Entah mengapa aku
selalu mengikuti apa yang kamu perintahkan saat itu.
“Terimakasih.
Assalamu’alaikum.” Kata terakhir darimu dan perbincangan malam itu berakhir.
“Wa’alaikumsalam.”
Waktu pun terus
berlalu, tanpa terasa 1 bulan berlalu, setiap malam kita selalu menghabiskan
waktu bersama dalam perbincangan-perbincangan yang menurutmu untuk mendewsakan
kita berdua, hingga aku bersyukur mengenalmu karna aku bisa lebih baik dari
sebelumnya, selalu menyanyikan nina bobo untukmu dan bodohnya aku selalu
mengikuti apa yang kamu katakan.
Dan malam itu pun
tiba dimana kita berencana untuk mencoba menngganti waktu yang terlewati.
“Mengganti waktu yang
terlewati? Maksudnya gimana?” Tanyaku padamu saat itu.
“Ya mengganti waktu
yang terlewati, jadi kita akan melakukan yang seharusnya kita lakukan saat kita
bersama di monas saat itu.”
“Tapi gimana caranya?”
“Kamu masih ingat
saat mengatakan tentang sesuatu. Pokonya seperti itu dan gimana kalau hari
minggu ini tanggal 3 november kalau gak salah 3 hari dari sekarang.”
“Tapi akhir-akhir ini
kamu sering batuk-batuk dan lagi setiap kamu batuk ada suara ibu-ibu yang
berkata tapi gak jelas bilang apa. Kamu gak apa-apakan?”
“Aku gak apa-apa kok,
ini cuma batuk biasa paling besok juga sembuh.”
“Hmmmm minum obat yah
biar cepet sembuh dan banyakin istirahat biar sehat saat pertemuan kita nanti. Minggu
ini berarti? Tapi aku kan berada di kampungku dan perjalanan kesana membutuhkan
waktu 4-5 jam.”
“Iya kumbang. Kalau
bisa jam 10 pagi udah sampai monas.”
“Hmmmm okelah kalau
gitu, aku akan berangkat pagi, kemungkinan sampai sana jam 10an jadi kamu
datang jam 11n aja gak apa-apa biar aku yang nunggu soalnya takut kelamaan aku
datangnya.”
“Oke. Aku menunggumu.
Ya udah kalau gitu karna udah malam seperti biasanya nyanyiin lagu nina bobo
dan sampai ketemu minggu nanti.”
“Eh nyanyi nina bobo
lagi? Aku kira karna kita mau ketemuan jadi aku gak usah nyanyi nina bobo
lagi.”
“Ya kalau itu sih
harus, kudu, musti, wajib tiap kita berbincang setiap malam.hehe.”
“Huft baiklah kalau
begitu.”
Dan malam itu pun
berakhir dengan sebuah rencana yang kamu beri nama mengganti waktu yang
terlewati.
Namun bagiku itu
adalah waktu yang tepat untuk mengatakan bahwa aku menyukaimu meski aku tak
tahu kamu menyukaiku atau tidak karna kamu selalu menceritakan bahwa kamu
sedang menunggu seseorang mengatakan cinta padamu dan entah siapa dia.
Hari itu pun tiba aku
pun bergegas untuk berangkat menuju jakarta menggunkan bus, saat itu jam
menunjukan pukul 05.14.
“Wah sepertinya aku
kesiangan, mudah-mudahan sampai tepat waktu.” Kataku saat bus akan berangkat
menuju jakarta.
Di perjalanan aku
selalu membayangkan pertemuan kita, membayangkan wajahmu saat pertama kali kita
berjumpa lalu membayangkan pertemuan hari ini kamu lebih indah dari pertama
kita berjumpa, dan membayangkan bagaimana aku mengatakan ‘aku menyukaimu’
padamu karna ini adalah cinta pertamaku hingga aku tak tahu bagaimana caranya
untuk mengatakannya.
Jam menunjukan pukul
10.14 dan akhirnya aku sampai monas telat beberapa menit dari perkiraan.
“Wah sial aku
terlambat tapi semoga bunga belum datang.” Kataku saat itu dan bergegas berlari
menuju tempat pertama kita berjumpa.
Sesampainya di sana
aku melihat dua orang wanita yang satu menggunakan kursi roda dan yang satu
berada dibelakangnya seperti menunggu seseorang.
“Bunga?”
“Hai kumbang akhirnya
kamu datang juga.” Katamu.
Seseorang yang
menggunakan kursi roda itu kamu, rambut yang dulu begitu indah saat kuncir kuda
kini tak tersisa satu helai pun, wajah yang dulu begitu ceria sekarang begitu
sayu dan tubuhmu sekarang tambah kurus, penampilanmu saat itu begitu jauh
seperti awal kita berjumpa.
“Bunga kamu kenapa?
Kenapa kamu sampai menggunakan kursi roda.” Tanyaku saat itu padamu yang tak
menyangka kamu akan seperti itu.
“Aku gak apa-apa kok,
ya udah yuk kita masuk.”
“Mah, mamah boleh
pulang dulu dan nanti sore kesini lagi jemput aku.” Katamu pada wanita yang
berada dibelakangmu yang ternyata ibumu.
“Ya sayang, tapi kamu hati-hati ya. Dek
kumbang tolong jaga anak ibu yah.” Ibumu berkata.
“Oh iya bu, saya
pasti akan jaga bunga.” Kataku menjawab permintaan ibumu.
“Ya udah bunga kalau
gitu naik kepunggungku.” Kataku padamu lalu aku mendekatimu bersiap untuk
menggendongmu.
“Kumbang?”
“Karna banyak tangga
yang gak mungkin di lewati oleh kursi roda jadi lebih baik aku menggendongmu
saja. Tenang kok gini-gini aku lumayan kuat.”
“Tapi.”
“Jangan tapi-tapian
ayo cepet naik kepunggungku.”
“Ya aku percaya
padamu. Maaf yah, aku naik.”
“Bu Kursi rodanya titipin
aja ke penjaga yang disana, aku permisi dulu. Assalamu’alaikum.”
“Iya dek kumbang,
hati-hati. Wa’alaikumsalam.” Ibumu berkata dan sembari mendekati penjaga untuk
menitipkan kursi rodamu.
Dan saat itu kita pun
langsung menuju pembelian tiket untuk masuk monas.
“Mba tiketnya untuk
dua orang.” Kataku pada mba penjaga tiket.
“Mas, mbanya kenapa?
Keliatannya mbanya sakit, itu gak apa-apa digendong seperti itu.” Tanya mba
penjaga tiket yang mungkin heran saat itu karna menggendong dirimu yang memang
sepertinya sakitmu begitu parah hingga aku tak pernah mampu menanyakan
sebenarnya kamu sakit apa.
“Gak apa-apa mba ini
cuma permainan doang, jadi dulu suamiku dan aku taruhan dan siapa yang kalah
harus melakukan ini. Dan aku kalah harus dibotak dan digendong oleh suamiku.” Katamu
saat itu agar mba penjaga tiket tidak khawatir padamu.
“Iya mba jadi seperti
itu.” Jawabku untuk memperkuat perkataammu.
“Tapi mba muka mba
begitu pucat, jadi seperti bukan permainan. Ini mas tiketnya.” Jawab mba
penjaga tiket yang tak bisa dibohongi sembari memberikan tiketnya.
“Iya mba makasih.” Jawabku.
“Ayo kumbang kita
masuk. Let’s go!” Katamu yang begitu bersemangat saat itu.
“Tapi kita mau kemana
dulu?” Tanyaku sambil berjalan menuju tugu monas.
“Hmmmmm gimana kalau
ke musiumnya aja dulu karna sekarang udah jam setengah sebelas lebih nanti abis
dzuhur baru keatas. Gimana?”
“Okelah kalau gitu,
ayo kita berangkat!” kataku dan kita pun menuju musium yang berada di lantai 1
monas.
Sesampainya disana
kita pun langsung melihat miniatur dan lukisan bersejarah tentang kemerdekaan
indonesia.
“Kumbang kamu merasa
aneh enggak?” Tanyamu saat itu.
“Aneh gimana
maksudnya?” Tanyaku yang tak mengerti.
“Dari luar sana kita
berdua di lihatin terus sama orang-orang yang sedang berkunjung kesini. Contohnya
lihat yang di belakang kita, mereka lihatin kita terus.”
“Hmmmm iya juga sih,
mungkin mereka melihat kegantenganku atau kecantikanmu.hehe”
Mungkin sebenarnya
melihat kita berdua karna aku menggendongmu yang mungkin sedang sakit.
“Akh bisa aja kamu.haha”
“Haha aku gitu loh.
Oh iya bunga, mana janjimu katanya mau ngasih sesuatu buat aku, nuker point
yang aku dapet. Setelah aku jumlahin semuanya udah 1000 point.”
“Eh busyet ternyata
kamu ngitungin kayak gituan, aku kira kamu gak bakalan sampe segitunya.”
Jawabmu sambari mengambil sesuatu dari tasmu.
“Asyik pasti
hadiahnya bagus soalnya dapet nilai 1000” Harapku saat itu karna akan mendapat
hadiah darimu.
“Nih!” Kamu pun
memberikan sesuatu.
“Apaan ini? Permen
kis doang?”
“Ya cuma ini aja,
soalnya biar mulutmu gak bau.haha”
“Maksudnya mulutku
bau gitu? Kirain dapet apa tapi cuma dapet permen kis sebungkus doang. Ya
udahlah kalau gitu, aku buka ya.”
“Ya, aku minta 1
dong.”
“Idih udah ngasih di
minta lagi.hehe”
“Ya udah kalau boleh
sih.”
“Nih buka mulutnya. Makasih
banyak ya hadiahnya.”
“Ya sama-sama, Kumbang kalau lihat
lukisan-lukisan ini jadi kasian karna para pahlawan kita dulu rela berkorban
demi memerdekakan negara kita tapi sekarang banyak orang yang mementingkan
dirinya sendiri daripada mementingkan bangsanya.”
“Iya juga sih, mereka
seperti itu mungkin karna mereka lupa mereka berasal darimana dan egolah yang
membuat mereka mementingkan diri sendiri.”
“Tapi aku percaya
suatu saat nanti akan ada saat setiap orang mengerti satu sama lain tanpa harus
mengatakannya. Dan mereka akan merubah semuanya dengan perdamaian yang
sebenarnya.”
“Ya aku harap juga
seperti itu. Sepertinya sudah waktunya untuk shalat dzuhur, ayo kita ke mushola
dulu abis itu kita lanngsung naik ke lantai puncak monas.” Dan kita pun menuju mushola
untuk melaksanakn shalat dzuhur.
“Sekarang jam 12.14 tapi sepertinya di luar
mendung karna hawanya sampai sini. Kita langsung naik aja nih?” Tanyaku padamu
saat itu.
“Ya udah langsung
naik aja. Akh masa, kamu tahu darimana kalau diluar mendung?”
“Aku gitu loh,haha Ya
udah ayo cepet naik kepunggungku.”
“Iya.”
Dan kita pun langsung
menuju lift untuk naik ke puncak monas, namun sebelum naik keatas kita harus
kembali mengantri karna banyak yang lain juga yang akan naik lift.
Dan memang benar di luar
sudah sangat mendung sepertinya akan hujan lebat.
“Tuh kan bener kataku
kalau di luar mendung.” Kataku padamu dengan bangganya karna tebakanku benar.
“Wah ternyata kamu
hebat juga kayak paranormal.haha”
“Yeh ko paranormal
dikira aku pembasmi hantu apa.”
“Hahaha” Kita pun
tertawa bersama saat itu.
“Yah tapi harus
ngantri lagi mana banyak bener yang ngatrinya dan kayaknya kita yang paling
ujung.” Kataku yang kesal karna kita harus mengantri begitu lama.
“Sabar.hehe”
Namun tiba-tiba
mba-mba yang ada di depanku saat itu melihat kita berdua dan berkata
“Mas kalau mau
duluan, duluan aja gak apa-apa.”
“Hah? Mba kan yang
dulu marahin aku, karna bunga merengek sejadi-jadinya karna pengen lihat pake
teropong tapi gak ada tangganya.” Jawabku yang begitu kaget karna bisa bertemu
dengan mba-mba killer itu lagi..
“Ya betul mas, mbanya
kenapa? sakit apa sampai seperti ini?”
“Enggak apa-apa kok
mba, aku hanya kalah dalam permainan aja jadi aku harus dibotakin dan suamiku
menggendongku sebagai taruhannya.” Kembali kamu berbohong pada orang lain.
“Oh, Permisi semuanya
tolong izinin mas yang ini duluan karna dia menggendong istrinya yang sedang
sakit.” Kata mba-mba itu yang mungkin mengerti bahwa kamu sedang berbohong.
Dan semua orang yang
mengantri di situ mengizinkan kami untuk masuk lift duluan.
“Terimakasih banyak
ya mba.” Katamu pada mba-mba itu.
Kita pun langsung menaiki lift tanpa harus
mengantri karna bantuan mba-mba yang memarahiku dulu saat kamu memintaku untuk
menjadi tangga untuk melihat menggunakan teropong.
“Yah hujan. padahal
aku pengen lihat kota jakarta dari sini saat cerah.” Katamu yang begitu sedih
karna di luar hujan.
“Ya sudahlah masih
ada lain waktu jadi sekarang kita akan menikmati dinginnya hujan.”
“Kumbang, kamu masih
ingat saat kamu menanyakan kalau aku nangis?”
“Iya masih inget.
Saat itu kamu naik dipunggungku terus kamu berkata sesuatu lalu nangis
tiba-tiba.”
“Ya itu karna
keadaanku saat ini.”
“Hmmmm sebenarnya
kamu kenapa bisa sampai seperti ini?”
“Sesuatu yang tak
harus aku ceritakan.” Tiba-tiba air matamu turun dan mulai membasahi baju
bagian pundakku.
“Kenapa kamu
menangis? Maaf kalau kata-kataku salah. Jangan nangis dong, hari ini kita harus
senang-senang.”
“Gak apa-apa kok. Iya,
maafin aku ya.”
“Ya udah kalau gitu
kamu mau pake teropong itu lagi enggak? Kali ini kita lihat bareng ya soalnya
disana ada tangganya.”
“Iya.”
Saat kita sedang
asyik melihat kota jakarta yang sedang diguyur hujan tiba-tiba kamu berkata
“Kumbang lihat
keopojokan sana deh, disana ada sepasang kekasih sedang berantem padahal
sebelumnya aku lihat mereka asyik foto-foto.”
“Mana?” Tanyaku.
“Itu yang disana.”
Hampir semua
pengunjung yang ada di atas melihat mereka yang sedang berantem yang entah
mempeributkan tentang apa namun tiba mba-mba yang memarahiku dulu dan yang
membantuku agar tak usah mengantri saat menuju ke puncak menghampiri mereka dan
entah apa yang ia katakan.
Tapi mereka tiba-tiba
seperti menghampiri kita berdua dan entah apa yang akan mereka lalukan, namun
tiba-tiba
“Lihat mereka berdua,
si suami tidak merasa cape atau mengeluh pada istrinya meski dia menggendong
istrinya dari tadi. Bahkan mereka bisa menikmatinya dengan canda, tawa. Coba
kalian tanyakan kenapa mereka bisa seperti itu.” Mba-mba itu berkata pada pasangan
tadi.
“Mas maaf kalau boleh
tahu apa rahasianya biar bisa awet seperti itu dan gak merasa cape atau
mengeluh?” Tanya si pria.
“Ya mas gimana?”
Tanya kembali si wanita.
“Eh.” Jawabku yang
tak mengerti apa yang akan aku jawab.
Namun tiba-tiba kamu
menepuk pundakku dan berkata
“Ayo jawab sayang
biar mereka bisa saling mengerti.”
“Eh, iya.”
“Menggendongnya dari
tadi memang cape tapi ketika segala sesuatu yang di dasari dari hati semua yang
tadinya cape berubah menjadi semangat. Ketika kalian mencintai seseorang jangan
melihatnya dari fisiknya karna fisik bisa berubah seiring berjalannya waktu
namun lihatlah hatinya karna jika kalian menjaganya dengan tulus, dia akan
tetap bersamamu meski cobaan seberat apapun. Kalian bersama untuk melengkapi
satu sama lain karna setiap manusia memiliki kekurangan. Kekurangan itu yang
akan kalian lengkapi, dengan cara kalian masing-masing. Pertengkaran memang
akan tetap ada dalam sebuah hubungan namun semua akan berakhir ketika kedua
belah pihak berkata ‘maaf’, karna pertengkaran salah satu cara untuk
mendewasakan dan mengerti satu sama lain.”
“Wah kata-kata mas
bikin aku sadar bahwa pertengkaran kita tadi hanya sepele tapi kita malah
mempermasalahkannya seakan begitu besar.” Si wanita berkata.
“Maafin aku yah
sayang, aku tadi hanya memikirkan ego ketimbang perasaan kamu.”
“Iya sayang, maafin
aku juga. Kalau gitu ayo kita pulang saja karna diluar sepertinya hujan sudah
reda.” Si wanita berkata.
“Iya sayang.” Pria
berkata.
“Makasih banyak ya
mas.” Mereka berdua berkata lalu berjalan menuju lift.
“Wah mas kata-kata
mas sangat luar biasa, aku sangat percaya mas bisa berkata seperti itu karna
mas melakukannya sendiri. Kalau begitu selamat bersenang-senang ya mas. Semoga
istrinya lekas sembuh. Aku permisi dulu.” Mba-mba itu berkata dan menjauhi kita
berdua.
“Kumbang, kamu
hebat!” Katamu sambil menepuk-nepuk pundakku.
“Hebat apanya? Biasa
aja akh. Sakit tahu pukul-pukul pundakku. Daripada mukul-mukulin pundakku
mending kita lanjutin lihat kota jakarta dari sini sepertinya hujan mulai reda.”
Dan kita pun kembali
menikmati indahnya kota jakarta dari puncak monas, dan saat itu kita menikmati
setiap detiknya dengan canda dan tawa.
“Bunga lihat hujannya
udah berhenti, saatnya ketempat yang kamu suka. Mau kan?” Tanyaku dan meilhat
keluar yang memang hujan telah berhenti.
“Iya, aku pengen
banget kesana mungkin senja kali ini bisa terlihat”
“Oke kalau gitu. Ayo
kita berangkat.”
Kita pun langsung
menuju lantai satu ketempat yang sangat kamu suka, yang menurutmu begitu indah
melihat senja dari tempat itu.
“Oh iya kumbang,
bagaimana kabar orang yang kamu suka? Kamu udah nyatain belum kalau kamu
menyukainya.” Tanyamu sesaat kita baru sampai di tempat yang kamu suka.
“Hah? Belum soalnya
aku belum berani ngungkapinnya karna sepertinya orang yang aku suka menyukai
orang lain. Kamu sendiri gimana kenapa gak ngatain duluan aja?” Tanyaku balik.
“Kalau aku sih karna
aku mampu atau enggak bersamanya, mungkin karna keadaanku yang seperti ini dan
mungkin waktuku gak akan lama jadi aku gak mungkin mengatakannya. Jika aku
mengatakannya mungkin dia tak akan menerimaku dalam keadaanku saat ini.”
“Kamu jangan patah
semangat, kamu pasti sembuh. Aku yakin itu.”
“Makasih, aku akan
berusaha sekuat tenaga agar sembuh biar pertemuan yang berikutnya aku gak di gendong
kamu lagi.hehe”
“Nah kayak gitu dong
senyum, kan keliatan cantiknya.”
“Akh kamu malah gombal,
mana ada cewe botak cantik.”
“Bunga lihat itu
pelangi, indah banget.”
“Wah indahnya, aku
berharap entah kapan bisa kesini lagi bersama untuk melihat pelangi lagi.”
“Iya suatu hari
nanti, aku akan tunggu saat itu.”
“Bunga udah jam 4
lebih, kita pulang yuk dan lagi kita belum shalat ashar.”
“Kamu mau langsung
pulang atau nginep di rumahku dulu?”
“Aku langsung pulang
aja karna besok aku harus kerja.”
“Oh, ya udah kalau
gitu hati-hati.”
“Iya, kalau gitu ayo
cepet naik punggungku.”
“Iya.”
Sesampainya di tempat
pertama kita bertemu di sana sudah ada ibumu yang menunggumu.
“Sayang, gimana
senang-senangnya?” Ibumu berkata.
“Seru banget mah, aku
harap bisa gini lagi suatu saat nanti.” Jawabmu begitu ceria.
“Dek kumbang mau
nginep dulu di rumah ibu? Soalnya udah sore biar nanti besok pagi baru pulang.”
Tanya ibumu.
“Langsung pulang aja
bu, makasih banyak. Soalnya besok harus kerja.” Jawabku saat itu.
“Oh ya udah.
Hati-hati yah. Ibu permisi pulang duluan. Makasih banyak udah bikin anak ibu
seneng. Assalamu’alaikum.”
“Aku duluan yah
kumbang, hati-hati di jalan. Semoga hari ini menjadi hari yang menyenangkan di hatimu.
Sampai ketemu lain waktu, Assalamu’alaikum.”
“Ya, terimakasih
untuk hari ini. Sampai ketemu lagi, aku akan menunggu pertemuan yang
berikutnya. Wa’alaikumsalam.”
Dan kamu dan ibumu
perlahan menjauh dan pertemuan hari itu berakhir dengan begitu bahagia karna
bisa bertemu denganmu lagi dan aku berharap pertemuan berikutnya kamu telah
sembuh dari penyakitmu dan mungkin saat itu aku akan benar-benar mengatakan
bahwa aku menyukaimu meski kamu tak menyukaiku.
Waktu terus berlalu
dan aku pun sampai terminal dan menunggu bus yang menuju kampung halamanku.
“Udah jam 7 lebih
tapi busnya belum dateng juga. Bakalan nginep di terminal kalau gini.” Pikirku
saat itu.
Namun tiba-tiba
handphoneku berbunyi.
“Nomer siapa ini?”
Tanyaku dalam hati.
Dan aku pun
mengangkat telpon itu.
“Dek kumbang,
Cahaya.” Seorang wanita seperti ibu-ibu berkata dari hpku yang menangis
sejadi-jadinya seperti terjadi sesuatu yang menakutkan.
“Cahaya?” Tanyaku
yang tak mengerti apa yang ibu itu katakan.
“Ini ibu kumbang,
Bunga. Bunga kritis. Dek kumbang dimana sekarang?” Tanya wanita itu yang
ternyata ibumu.
“Bunga? Ada apa
dengan bunga bu?”
“Saat ibu dan bunga
baru sampai rumah tiba-tiba bunga pingsan. Saat ini kita lagi di rumah sakit.
Kalau dek kumbang belum berangkat bisa kesini dulu?”
“Ya bu, saya segera
kesana.”
Aku pun langsung
menuju ke rumah sakit untuk menemuimu.
Pikiranku tak menentu
saat itu karna aku membayangkan apa yang kita lakukan hari itu, perlahan-lahan
menghilang.
“Bunga! Bunga
bangun!” Kataku saat itu yang mencoba membangunkanmu.
Mata itu, matamu
perlahan-lahan terbuka dan melihatku.
“Kumbang, aku.....
aku..... aku...... Terimakasih.” Kata terakhirmu yang tak pernah aku bayangkan
sebelumnya.
“Tuuuuuuuuuuuuuuttttttt”
Suara penditeksi detak jantung.
“Bunga
banguuuunnnnn!!!”
Semua yang aku harapkan
tak seperti kenyataan, yang tersisa hanya dalam pikiranku saat itu adalah apa
yang kita lakukan selama ini dan semuanya tak menentu seakan-akan setiap detik
menghancurkanku, saat itu tiba-tiba semuanya mulai gelap dan aku pun tak mampu
mendengar semua orang yang berada disekitarku.
Hari itu aku harap
semuanya hanya mimpi meski itulah kenyataan yang sebenarnya.
“Aku dimana?” Kataku
saat itu aku terbangun.
“Kakak, akhirnya kamu
sadar?” Seorang pria berkata dan ternyata itu ayahku.
“Aku dimana sekarang
dan bunga dimana?” Tanyaku saat itu karna heran, karna ada ayah, ibu disana dan aku terbangun sudah berada di kasur rumah sakit.
“Kamu semalam pingsan
terus ayah di hubungi oleh ibunya bunga lalu ayah langsung kesini sama ibu.”
Jawab ayahku.
“Pingsan? Terus bunga
dimana? Dia baik-baik aja kan?”
“Bunga sudah pulang.”
“Pulang? Berarti dia
udah sehat lagi, syukurlah kalau gitu.”
“Bukan pulang ke
rumah tapi.” Ibuku berkata.
“Tapi apa bu?”
“Pulang ketempat
peristirahatan terakhir.” Ayahku berkata.
“Jangankan untuk
mengantarkanmu ke tempat peristirahatanmu untuk yang terakhir, saat melihatmu
pergi. Aku harus pingsan. Mungkin benar yang kamu katakan kalau aku ini sangat
parnoan karna melihatmu pergi, aku sampai pingsan hingga tak sempat mengantarkanmu
ke tempat terakhirmu beristirahat.” Dalam hatiku berkata.
“Kakak? Kakak
baik-baik aja kan?” Ibuku berkata.
“Aku baik-baik aja
bu, yah.” Jawabku.
“Dek kumbang udah
sadar, syukurlah kalau gitu.” Seorang wanita berkata dan berjalan mendekatiku yang ternyata
ibumu.
“Ibu bunga, maaf ya
bu, aku ngerepotin ibu karna aku pingsan dan gak bisa antar bunga ke tempat
peristirahatan terakhir.”
“Gak apa-apa dek
kumbang, yang penting dek kumbang baik-baik aja. Oh iya ini titipan dari
cahaya. Eh maksudnya bunga.”
“Apa ini?”
“Ibu gak tahu, tapi
bunga niatnya mau ngasihiin kado ini saat pertemuan kemarin tapi mengurungkan
niatnya, Ibu gak tahu kenapa. Dek kumbang terimakasih telah menjadi orang yang
berharga bagi anak ibu karna bunga selalu bercerita tentang dek kumbang dan
saat kalian telponan setiap malam, bunga selalu senang.”
“Iya bu.”
“Ya udah ibu permisi
dulu, sampai bertemu lagi ya dek kumbang. Permisi ya bu, pak
assalamua’alaikum.”
“Wa’alaikumsalam”
Jawabku.
“Bu, yah ayo kita
pulang.”
“Ya, ayah ke bagian
tanya dokter dulu, ibu rapihkan semuanya dulu dan kamu istirahat aja dulu.”
“Iya yah.”
1 Bulan berlalu dari
hari kepergianmu aku belum mampu membuka kado darimu karna aku belum mampu
menerima kenyataan kepergianmu.
Namun saat itu aku
mencoba memberanikan diri untuk membuka kado darimu.
“Bunga sudah sebulan
berlalu namun aku masih menganggap kamu masih ada. Aku selalu mengenang saat
kita berbincang setiap malam dan apa yang kita lalui selama ini. Kado ini,
mungkin hadiah darimu untuk yang pertama dan yang terakhir kalinya. Aku akan
membukanya saat ini.”
Saat aku membuka kado
itu dan ternyata
“Gelas bertuliskan ‘WISH
YOU HAPPY EVERYDAY’?”
Lalu aku pun membuka
tutupnya dan isinya
“Gantungan Shinchan yang
bersiap untuk memukul?”
Dan aku pun mengambil
apa yang ada di dalam kado itu lagi, di dalamya terdapat foto-foto saat kita
pertama bertemu di monas dan sebuah surat terjatuh ke lantai.
“Surat?” Tanyaku
dalam hati.
Dan aku pun mengambil
surat itu lalu membacanya.
“Dear Kumbang
Hi
kumbang, apa kabarmu sekarang? Aku harap kamu baik-baik saja sekarang, karna
saat kamu membaca ini mungkin aku udah gak ada di dunia.
Kumbang
kamu tahu? Kamu adalah alasanku untuk bertahan hidup dan alasanku untuk sembuh.
Saat pertama kita bertemu di monas, itu adalah hari yang begitu menyenangkan
dan menyedihkan dalam hidupku, karna hari itu aku mendengar percakapan orang
tuaku bahwa aku di vonis kanker. Saat itu aku langsung berlari menuju monas
mencoba lari dari kenyataan namun saat itu aku bertemu denganmu.
Aku
yang selalu berharap memilki pacar dan suami yang mungkin gak akan ke sampaian
karna memang penyakitku, tapi sikapmu yang polos membuatku bisa mewujudkan
harapanku saat itu meski hanya bercanda. Saat itu adalah saat yang begitu
menyenangkan bersamamu, aku sangat bahagia hari itu bersamamu. Namun semua
harus berakhir, aku tak pernah tahu namamu dan semua tentangmu. Meski harus
berakhir, namun kamulah alasanku agar berusaha untuk sembuh dari penyakitku.
Saat
aku berusaha untuk sembuh, semangatku begitu tinggi, karna harapanku agar bisa
bertemu denganmu lagi namun sayangnya tubuhku tak mampu untuk bertahan, setiap
hari kondisiku terus menurun hingga aku sempat berfikir untuk menyerah. Namun tanpa
sengaja aku melihat fotomu di facebook temanku, dan ternyata itu memang benar kamu,
aku pun melihat profile tentangmu dan sepertinya kamu memang suka menulis karna
kamu selalu menulis tentang merindukan seseorang.
Aku
pun akhirnya mendapatkan nomor telpon kamu yang kamu pajang di profile facebookmu.
Aku pikir nomormu gak aktif namun saat aku mencoba menelponmu ternyata aktif
dan kamu mengangkatnya. Saat itu aku begitu senang, semangat yang dulu perlahan
memudar kini kembali bersinar, dan itu karenamu. Dan setelah itu kita pun
berbincang setiap malam. Karna aku sadar dengan kondisiku yang mungkin tak akan
bisa bersamamu, aku hanya berharap bisa membuatmu lebih dewasa dan bijaksana
dari pertama kita berjumpa karna sifat polosmu yang membuatku berpikiran
seperti itu.
Aku
selalu berpikir waktuku tak akan lama hingga aku memberimu kado yang mungkin
akan kamu lihat saat ini sebuah gelas bertuliskan ‘WISH YOU HAPPY EVERYDAY’ dan
gantungan kunci shinchan yang akan memukul. Aku memberikan hadiah itu agar
kelak saat kamu menggunakan gelas itu aku harap kamu akan selalu behagia setiap
hari dan untuk gantungan shinchan, aku harap saat kamu sedang sedih atau pun
sedang berada dalam suatu masalah kamu akan kembali bersemangat karna ekspresi
shinchan yang akan memukul sehingga kamu sadar bahwa kamu harus kembali bangkit
dan bersemangat kembali.
Kumbang,
aku menyukaimu, aku besryukur terlahir diwaktu yang sama, terimakasih telah
hadir dalam hidupku namun aku tak pernah bisa bersamamu untuk selamanya. Untuk
itu temukan wanita yang lebih baik dariku dan hiduplah untuk bahagia mulai saat
ini meski tak bersamaku.
From
Bunga “
10 Tahun berlalu
“Ayah!”
“Iya sayang.”
“Ayah lagi ngapain
disini? Kata ibu langsung ke puncak monas aja soalnya nanti keburu sore. Ibu udah
nunggu di dalem. Ayo cepetan ayah!”
“Bunga apa kabarmu
disana? 10 tahun berlalu. Aku kini sudah memilki istri dan anak. Dan sekarang
aku begitu bahagia seperti apa yang kamu katakan. Semoga kamu tenang disana.”
“Iya bunga sayang.”
THE END
Saya Asep Saepudin mengucapkan terimakasih bagi yang sudah membaca, semoga apa yang tertulis dapat bermanfaat untuk kita semua.
Bagi yang menginginkan cerita ini kalian bisa download file ini dalam bentuk pdf dan didalamnya terdapat juga sebuah film yang menurut saya bagus.
0 komentar:
Posting Komentar