Sabtu, 14 November 2015




Note :
Apa yang tertulis semuanya adalah hasil rangkaian imajinasi saya di waktu senggang, jadi semoga kalian bisa menikmati apa yang saya tulis.

Cerita dibawah adalah lanjutan dari cerita sebelumnya, bagi yang belum membaca cerita bagian pertama bisa baca disini Bagian I

Harapan?
Setiap orang pasti memiliki harapannya masing-masing.
Kenyataan?
Terkadang kenyataan tak seperti apa yang kita harapkan meski harapan itu telah dirancang sedetail apapun itu.

Dan sebagian orang akan berkata “Tuhan gak adil, kenapa harus seperti ini dan kenapa apa yang diharapkan tak menjadi kenyataan padahal susah payah untuk mewujudkannya.”

Saat itu kita hanya perlu melihat dari sudut pandang yang lain ketika apa yang kita dapatkan tak sesuai dengan harapan.

Mungkin itu sebagai pelajaran atau itu lebih baik dari apa yang kita harapkan.

Teruslah memiliki harapan atau pun impian sebagai tolak ukur seberapa jauh kita berusaha untuk mendapatkan apa yang kita harapkan.

Mampu atau tidak meraihnya setidaknya kita telah berusaha.

Jangan pernah menyerah untuk sesuatu yang tulus.

Selamat Membaca :)

Satu tahun lebih berlalu dari hari kejadian itu, aku masih mengingat saat itu meski kamu memintaku untuk melupakan hari itu.

Merindukanmu?

Ya.

Mungkin saat ini aku merindukanmu dan berharap bisa bertemu denganmu meski hanya untuk sekali saja, aku selalu mengkhayalkanmu kita dapat bertemu lagi di tempat pertama kita bertemu. 

Saat aku sedang memikirkan tentangmu, tiba-tiba handphone ku berbunyi.

 “nomor pribadi, siapa yang menelpon?” Tanyaku dalam hati saat itu.

Dan aku pun mengangkat telpon dari nomor pribadi tersebut dan ternyata
“Assalamu’alaikum kumbang, apa kabar? Masih ingat suara ini?”
Suara yang tidak asing lagi di kupingku karna suara ini adalah suara yang amat menjengkelkan dalam hidup namun sangat dirindukan setiap saat.

“Bunga?” Pertanyaan pertamaku untuk memastikan itu dirimu.

“Jawab dulu wa’alaikumsalam baru jawab itu. Yap betul, ternyata kamu masih inget suaraku. Aku jadi terharu.hehe” dengan nada ceriamu, kamu menjawab.

“Akh iya, wa’alaikumsalam. Gimana kabarnya dan tahu darimana ini no. telp ku?” Tanyaku yang heran darimana kamu dapat menemukan nomor telpon ku.

“Hey-hey aku yang tanya duluan gimana kabar kok, malah aku yang di isntrogasi duluan.”
Dengan nada kesalmu kamu menjawab.

“Eh, maaf.”

“Jadi kamu dulu yang harus jawab!”

“Iya deh cewe aneh, Alhamdulillah baik. Kamu sendiri gimana kabarnya dan kamu tahu dari mana ini nomerku?”

“Syukurlah kalau gitu. Kamu gak perlu tahu kabarku dan aku tahu nomer kamu dari mana. Karna aku punya mata-mata dimana-mana.haha”

“Huft dasar cewe aneh, ya udah kalau gitu aku tutup aja kalau kamu gak mau kasih tahu. Da” Belum sempat aku mengucapkan dadah kamu memotong perkataanku.

“Apa! Kamu berani nutup telpon dari aku, kamu gak akan bakalan hidup tenang selamanya!”

“Hah? Emangnya kenapa cewe aneh?”

“Aku yang harus matiin telpon setiap aku nelpon kamu. Jadi aku akan nelpon kamu disaat aku pengen ngobrol sama kamu. Sampai saat itu tiba, kita akan saling berbagi cerita apa yang kita alami setiap hari.” Katamu saat itu dan yang selalu membuatku tak mengerti kenapa aku selalu mengikuti apa yang kamu katakan.

“Eh, maksdunya?” Tanyaku yang keheranan akan perkataanmu.

“Pokoknya gitu deh, jadi setiap ada telpon pribadi angkat aja soalnya itu aku. Ya udah yah, aku ada urusan dulu nanti aku telpon lagi. Assalamu’alaikum.”

“Eh, tunggu dulu.”

‘Tuuut-tuuut-tuuut’
Suara handphoneku sesaat setelah kamu mengakhiri perbincangan kita.

Saat itu perbincangan berakhir dengan satu pihak, karna kamu seperti biasa membuatku tak pernah mengerti tentang apa yang kamu katakan.

Dan saat itu aku kembali bekerja, setelah satu tahun aku bekerja di jakarta dan akhirnya aku pun memutuskan untuk pulang kampung dan bekerja disana.

Waktu pun terus berlalu dan saat itu jam di handphoneku menunjukan pukul 20:14 aku pun masih tak mengerti apa yang kamu katakan tadi pagi, saat aku sedang memikirkan semuanya tiba-tiba handphoneku berbunyi.

“Panggilan pribadi? Pasti ini Bunga si cewe aneh” Dalam hatiku berkata lalu aku pun mengangkat telpon itu.

“Assalamu’alaikum kumbang, kamu lagi ngapain malam minggu gini?” Suara tak aneh lagi ku dengar yang tidak lain adalah kamu, Bunga.

“Eh kamu cewe aneh, aku mau ngo” belum sempat aku menyelesaikan perkataanku, kamu kembali memotong perkataanku.

“Kumbang! Kalau ada yang bilang assalamu’alaikum itu dijawab wa’alaikumsalam bukan marah-marah gak jelas. Cepet jawab dulu!” Dengan nada kesalmu kamu berkata.

“E, wa’alaikumsalam. Lah yang seharusnya marahkan aku, kenapa jadi kamu yang ngotot.” Aku pun menjawab dengan sedikit kesal karna seharusnya aku yang marah padamu bukan aku yang di omelin olehmu.

“Nah gitu dong, mau ngomong apa emangnya? Ouh iya gini, sampai saatnya pertemuan berikutnya aku akan buat kamu lebih baik dan bijak dari pertama kita berjumpa. Jadi kalau lebih jelasnya aku bakalan jadi guru kamu tentang apapun itu dan kita akan saling sharing tentang apapun itu.”

“Hah? Maksudnya? Aku yang mau ngomong tapi kamu malah buat aku tambah pusing.” Jawabku yang semakin tak mengerti apa yang ada di pikiranmu saat itu. 

   “Pokokonya seperti itu, dan gak ada siaran ulang. :p ”

“Hah? Kamu selalu saja membuatku tak mengerti dengan apa yang ada dalam fikiranmu dan anehnya lagi kenapa aku bisa mengikuti apa yang kamu katakan. huft”

“Suatu saat kamu akan mengerti kok. Oh iya kumbang, kamu sering selfie gak?” Tanyamu padaku saat itu.

“Maksudnya? Selfie yang foto-foto diri sendri itu?”

“Yap betul! Kamu dapet nilai 100.”

“100 dikira lagi main kuis apa. Gak pernah emang kenapa gitu? Kan kamu tahu sendiri kalau hp aku gak ada kameranya.”

“Ya ampun belum ganti juga tuh hp, setia bener. Syukurlah kalau begitu.”

“Bukan setia tapi karna bagiku sesuatu yang udah lama ada harus dijaga dan karna mungkin banyak kenangannya meski hp butut seperti ini. eh maksudnya?”

“Ya syukurlah kalau kamu gak suka foto-foto selfie, bagiku itu banyak gak baiknya karna banyak hal yang di larang agama. Misalnya aja yang menjulurkan lidah, itu sama aja kayak gogok betina yang ingin kawin dengan jantan dan lain-lainlah pokoknya.”

“Ya sih, tapi entahlah mungkin inilah kemajuan zaman dimana hal yang buruk di jadikan baik begitu pun sebaliknya.”

“Ya, salah satu surat dalam al-qur’an juga ada yang menjelaskan bahwa Sesuatu yang kau anggap baik belum tentu baik di sisi Allah begitupula sebaliknya.”

“Nah itu dia, apapun yang kita lakukan suatu saat akan di pertanggung jawabkan. Tak masalah melakukan apapun itu tapi kita harus siap mempertanggung jawabkan apa yang kita lakukan. Kita sesama manusia hanya bisa saling mengingatkan satu sama lain.”

“Yap betul! Kamu pinter juga, dapet 100 lagi.hehe”

“Pinter juga? Maksudnya aku ini bodoh gitu?” Dengan nada kesalku berkata.

“hehe, enggak kamu pinter beneran, tadi cuma bercanda.”

“Huft, itu dari tadi dapet nilai 100 mulu, bisa dituker gak jadi apa gitu yang bisa dijadiin kenang-kenangan?”

“Hmmmm maunya apa? Nanti aku bawain sesuatu deh pas ketemuan nanti.”

“Huft janji yah?Oh iya bunga, kalau bagiku kata yang aku gak suka adalah lebay dan alay.”

“Iya kumbangku. Lebay dan alay? Emang kenapa kamu gak suka kata itu?”

“Ya karna aku kan suka nulis dan apa yang aku tulis adalah apa yang ada di pikiranku yang entah darimana datangnya. Jadi setiap aku keluarin di media sosial sebagian ada temen yang berkata lebay dan alay, padahal menurutku gak ada kata lebay atau alaynya.”

“Kamu penulis? Emang kamu suka nulis tentang apa?”

“Bukan penulis sih tapi suka nulis hal-hal apa aja yang pengen aku tulis. Ya banyak, pokoknya tentang apa yang aku rasakan atau apapun itu.”

“Kata-kata kamu aja mungkin berlebihan.”

“Berlebihan gimana maksudnya?”

“Ya mungkin terlalu puitis misalnya.”

“Hmmm entahlah tapi terkadang setiap orang pasti memiliki kata-kata bijaknya masing-masing dan setiap orang takkan pernah merasakan apa yang kita rasakan sebelum merasakan hal yang sama.”

“Ya mugkin seperti itu. Tapi teruslah lakukan apa yang kamu suka dan jangan peduliin apa yang orang lain katakan tentangmu lebih baik jadikan apa yang mereka katakan menjadi semangatmu hingga perkataan mereka berubah menjadi tepuk tangan.”

“Ya, makasih banyak.”

“Nah gitu dong, ganbateyo! Kumbang, kamu udah punya pacar belum sekarang?”

“Belum. Kamu sendiri?”

“Belum, tapi aku lagi menunggu seseorang mengatakan perasaannya.”

“Wah, siapa? kalau dia gak berani ngungkapin perasaanya kenapa gak kamu yang duluan mengatakannya, daripada gak ada yang mengatakannya entar nyesel loh.”

“Enggak akh soalnya seharusnya cowo yang nyatain duluan, masa cewe duluan. Lagi pula kita terpisahkan jarak dan mungkin kita tak akan pernah saling bersama untuk selamanya.”

“Kenapa kamu menyerah sebelum mencoba? Aku pun sama menyukai seseorang namun orangnya begitu jauh dan entah orang itu menyukaiku atau tidak.”

“Kamu sendiri kenapa gak mencoba mengatakannya?”

“Ya karna bagiku jika kita di takdirkan bersama mungkin kelak di pertemukan kembali dan jika tidak,  mungkin semua hanya pelajaran untuk mendewasakan.”

“Terus kamu akan menyimpannya sendirian tanpa pernah mengatakannya?”

“Sesuatu yang di sampaikan oleh hati mungkin akan sampai juga ke hati, lagi pula aku gak akan pacaran karna banyak temenku yang pacaran lama namun akhirnya harus berakhir dan mereka selalu berkata ‘pacaran itu hanya menghabiskan waktu dan uang’.”

“Hmmmmm mungkin karna memang ketika dia memutuskan bersamamu, dia mempercayakan hal yang penting yaitu hati dan waktu yang gak bisa di kembalikan lagi. Baguslah kalau begitu, aku harap kamu dapat dipertemukan dengan wanita yang kamu inginkan.Aamiin”

“Terimakasih banyak. Kamu sendiri juga sama semoga orang yang kamu sukai memyatakan cintanya padamu.hehe”

“Mungkin inilah cinta pertama yang kita perbincangkan waktu itu.” Serempak kita mengucapkannya
“Hahaha” Kita pun tertawa bersama saat itu.

“Ternyata kita merasakan apa yang kita bicarakan saat itu.” Katamu saat itu.

“Ya mungkin inilah cinta pertama yang kamu tanyakan saat itu.”

“Huaaah. Ya udahlah kalau gitu, aku udah ngantuk banget, besok kita lanjutkan lagi dan bolehkah aku meminta satu permintaan?” Katamu padaku dengan nada yang sepertinya mengantuk.

“Permintaan?” Tanyaku saat itu.

“Tolong nyanyiin nina bobo sampai aku tidur dan sebelum telpon ini di matiin olehku jangan di matiin dulu.”

“Hah? Permintaan aneh macam apa lagi itu?”

“Dimulai. Cepet nyanyiin nina bobo, aku udah ngantuk banget nih.”

“Iya deh cewe aneh. Bunga bobo oh bunga bobo kalau tidak bobo di gigit kumbang.” Entah mengapa aku selalu mengikuti apa yang kamu perintahkan saat itu.

“Terimakasih. Assalamu’alaikum.” Kata terakhir darimu dan perbincangan malam itu berakhir.

“Wa’alaikumsalam.”

Waktu pun terus berlalu, tanpa terasa 1 bulan berlalu, setiap malam kita selalu menghabiskan waktu bersama dalam perbincangan-perbincangan yang menurutmu untuk mendewsakan kita berdua, hingga aku bersyukur mengenalmu karna aku bisa lebih baik dari sebelumnya, selalu menyanyikan nina bobo untukmu dan bodohnya aku selalu mengikuti apa yang kamu katakan.

Dan malam itu pun tiba dimana kita berencana untuk mencoba menngganti waktu yang terlewati.

“Mengganti waktu yang terlewati? Maksudnya gimana?” Tanyaku padamu saat itu.

“Ya mengganti waktu yang terlewati, jadi kita akan melakukan yang seharusnya kita lakukan saat kita bersama di monas saat itu.”

 “Tapi gimana caranya?”

“Kamu masih ingat saat mengatakan tentang sesuatu. Pokonya seperti itu dan gimana kalau hari minggu ini tanggal 3 november kalau gak salah 3 hari dari sekarang.”

“Tapi akhir-akhir ini kamu sering batuk-batuk dan lagi setiap kamu batuk ada suara ibu-ibu yang berkata tapi gak jelas bilang apa. Kamu gak apa-apakan?”

“Aku gak apa-apa kok, ini cuma batuk biasa paling besok juga sembuh.”

“Hmmmm minum obat yah biar cepet sembuh dan banyakin istirahat biar sehat saat pertemuan kita nanti. Minggu ini berarti? Tapi aku kan berada di kampungku dan perjalanan kesana membutuhkan waktu 4-5 jam.”

“Iya kumbang. Kalau bisa jam 10 pagi udah sampai monas.”

“Hmmmm okelah kalau gitu, aku akan berangkat pagi, kemungkinan sampai sana jam 10an jadi kamu datang jam 11n aja gak apa-apa biar aku yang nunggu soalnya takut kelamaan aku datangnya.”

“Oke. Aku menunggumu. Ya udah kalau gitu karna udah malam seperti biasanya nyanyiin lagu nina bobo dan sampai ketemu minggu nanti.”

“Eh nyanyi nina bobo lagi? Aku kira karna kita mau ketemuan jadi aku gak usah nyanyi nina bobo lagi.”

“Ya kalau itu sih harus, kudu, musti, wajib tiap kita berbincang setiap malam.hehe.” 

“Huft baiklah kalau begitu.”

Dan malam itu pun berakhir dengan sebuah rencana yang kamu beri nama mengganti waktu yang terlewati.

Namun bagiku itu adalah waktu yang tepat untuk mengatakan bahwa aku menyukaimu meski aku tak tahu kamu menyukaiku atau tidak karna kamu selalu menceritakan bahwa kamu sedang menunggu seseorang mengatakan cinta padamu dan entah siapa dia.

Hari itu pun tiba aku pun bergegas untuk berangkat menuju jakarta menggunkan bus, saat itu jam menunjukan pukul 05.14.

“Wah sepertinya aku kesiangan, mudah-mudahan sampai tepat waktu.” Kataku saat bus akan berangkat menuju jakarta.

Di perjalanan aku selalu membayangkan pertemuan kita, membayangkan wajahmu saat pertama kali kita berjumpa lalu membayangkan pertemuan hari ini kamu lebih indah dari pertama kita berjumpa, dan membayangkan bagaimana aku mengatakan ‘aku menyukaimu’ padamu karna ini adalah cinta pertamaku hingga aku tak tahu bagaimana caranya untuk mengatakannya.

Jam menunjukan pukul 10.14 dan akhirnya aku sampai monas telat beberapa menit dari perkiraan.

“Wah sial aku terlambat tapi semoga bunga belum datang.” Kataku saat itu dan bergegas berlari menuju tempat pertama kita berjumpa.

Sesampainya di sana aku melihat dua orang wanita yang satu menggunakan kursi roda dan yang satu berada dibelakangnya seperti menunggu seseorang.

“Bunga?”

“Hai kumbang akhirnya kamu datang juga.” Katamu.

Seseorang yang menggunakan kursi roda itu kamu, rambut yang dulu begitu indah saat kuncir kuda kini tak tersisa satu helai pun, wajah yang dulu begitu ceria sekarang begitu sayu dan tubuhmu sekarang tambah kurus, penampilanmu saat itu begitu jauh seperti awal kita berjumpa.

“Bunga kamu kenapa? Kenapa kamu sampai menggunakan kursi roda.” Tanyaku saat itu padamu yang tak menyangka kamu akan seperti itu.

“Aku gak apa-apa kok, ya udah yuk kita masuk.”

“Mah, mamah boleh pulang dulu dan nanti sore kesini lagi jemput aku.” Katamu pada wanita yang berada dibelakangmu yang ternyata ibumu.

 “Ya sayang, tapi kamu hati-hati ya. Dek kumbang tolong jaga anak ibu yah.” Ibumu berkata.

“Oh iya bu, saya pasti akan jaga bunga.” Kataku menjawab permintaan ibumu.

“Ya udah bunga kalau gitu naik kepunggungku.” Kataku padamu lalu aku mendekatimu bersiap untuk menggendongmu.

“Kumbang?”

“Karna banyak tangga yang gak mungkin di lewati oleh kursi roda jadi lebih baik aku menggendongmu saja. Tenang kok gini-gini aku lumayan kuat.”

“Tapi.”

“Jangan tapi-tapian ayo cepet naik kepunggungku.” 

“Ya aku percaya padamu. Maaf yah, aku naik.”

“Bu Kursi rodanya titipin aja ke penjaga yang disana, aku permisi dulu. Assalamu’alaikum.”

“Iya dek kumbang, hati-hati. Wa’alaikumsalam.” Ibumu berkata dan sembari mendekati penjaga untuk menitipkan kursi rodamu.

Dan saat itu kita pun langsung menuju pembelian tiket untuk masuk monas.

“Mba tiketnya untuk dua orang.” Kataku pada mba penjaga tiket.

“Mas, mbanya kenapa? Keliatannya mbanya sakit, itu gak apa-apa digendong seperti itu.” Tanya mba penjaga tiket yang mungkin heran saat itu karna menggendong dirimu yang memang sepertinya sakitmu begitu parah hingga aku tak pernah mampu menanyakan sebenarnya kamu sakit apa.

“Gak apa-apa mba ini cuma permainan doang, jadi dulu suamiku dan aku taruhan dan siapa yang kalah harus melakukan ini. Dan aku kalah harus dibotak dan digendong oleh suamiku.” Katamu saat itu agar mba penjaga tiket tidak khawatir padamu.

“Iya mba jadi seperti itu.” Jawabku untuk memperkuat perkataammu.

“Tapi mba muka mba begitu pucat, jadi seperti bukan permainan. Ini mas tiketnya.” Jawab mba penjaga tiket yang tak bisa dibohongi sembari memberikan tiketnya.

 “Iya mba makasih.” Jawabku.

“Ayo kumbang kita masuk. Let’s go!” Katamu yang begitu bersemangat saat itu.

“Tapi kita mau kemana dulu?” Tanyaku sambil berjalan menuju tugu monas.

“Hmmmmm gimana kalau ke musiumnya aja dulu karna sekarang udah jam setengah sebelas lebih nanti abis dzuhur baru keatas. Gimana?”

“Okelah kalau gitu, ayo kita berangkat!” kataku dan kita pun menuju musium yang berada di lantai 1 monas.

Sesampainya disana kita pun langsung melihat miniatur dan lukisan bersejarah tentang kemerdekaan indonesia.

“Kumbang kamu merasa aneh enggak?” Tanyamu saat itu.

“Aneh gimana maksudnya?” Tanyaku yang tak mengerti.

“Dari luar sana kita berdua di lihatin terus sama orang-orang yang sedang berkunjung kesini. Contohnya lihat yang di belakang kita, mereka lihatin kita terus.”

“Hmmmm iya juga sih, mungkin mereka melihat kegantenganku atau kecantikanmu.hehe”
Mungkin sebenarnya melihat kita berdua karna aku menggendongmu yang mungkin sedang sakit.

“Akh bisa aja kamu.haha”

“Haha aku gitu loh. Oh iya bunga, mana janjimu katanya mau ngasih sesuatu buat aku, nuker point yang aku dapet. Setelah aku jumlahin semuanya udah 1000 point.”

“Eh busyet ternyata kamu ngitungin kayak gituan, aku kira kamu gak bakalan sampe segitunya.” Jawabmu sambari mengambil sesuatu dari tasmu.

“Asyik pasti hadiahnya bagus soalnya dapet nilai 1000” Harapku saat itu karna akan mendapat hadiah darimu.

“Nih!” Kamu pun memberikan sesuatu.

“Apaan ini? Permen kis doang?”

“Ya cuma ini aja, soalnya biar mulutmu gak bau.haha”

“Maksudnya mulutku bau gitu? Kirain dapet apa tapi cuma dapet permen kis sebungkus doang. Ya udahlah kalau gitu, aku buka ya.”

“Ya, aku minta 1 dong.”

“Idih udah ngasih di minta lagi.hehe”

“Ya udah kalau boleh sih.”

“Nih buka mulutnya. Makasih banyak ya hadiahnya.”

 “Ya sama-sama, Kumbang kalau lihat lukisan-lukisan ini jadi kasian karna para pahlawan kita dulu rela berkorban demi memerdekakan negara kita tapi sekarang banyak orang yang mementingkan dirinya sendiri daripada mementingkan bangsanya.”

“Iya juga sih, mereka seperti itu mungkin karna mereka lupa mereka berasal darimana dan egolah yang membuat mereka mementingkan diri sendiri.”

“Tapi aku percaya suatu saat nanti akan ada saat setiap orang mengerti satu sama lain tanpa harus mengatakannya. Dan mereka akan merubah semuanya dengan perdamaian yang sebenarnya.”

“Ya aku harap juga seperti itu. Sepertinya sudah waktunya untuk shalat dzuhur, ayo kita ke mushola dulu abis itu kita lanngsung naik ke lantai puncak monas.” Dan kita pun menuju mushola untuk melaksanakn shalat dzuhur.

 

 “Sekarang jam 12.14 tapi sepertinya di luar mendung karna hawanya sampai sini. Kita langsung naik aja nih?” Tanyaku padamu saat itu.

“Ya udah langsung naik aja. Akh masa, kamu tahu darimana kalau diluar mendung?”

“Aku gitu loh,haha Ya udah ayo cepet naik kepunggungku.”

“Iya.”

Dan kita pun langsung menuju lift untuk naik ke puncak monas, namun sebelum naik keatas kita harus kembali mengantri karna banyak yang lain juga yang akan naik lift.

Dan memang benar di luar sudah sangat mendung sepertinya akan hujan lebat.

“Tuh kan bener kataku kalau di luar mendung.” Kataku padamu dengan bangganya karna tebakanku benar.

“Wah ternyata kamu hebat juga kayak paranormal.haha”

“Yeh ko paranormal dikira aku pembasmi hantu apa.”
“Hahaha” Kita pun tertawa bersama saat itu.

“Yah tapi harus ngantri lagi mana banyak bener yang ngatrinya dan kayaknya kita yang paling ujung.” Kataku yang kesal karna kita harus mengantri begitu lama.

“Sabar.hehe”

Namun tiba-tiba mba-mba yang ada di depanku saat itu melihat kita berdua dan berkata
“Mas kalau mau duluan, duluan aja gak apa-apa.”

“Hah? Mba kan yang dulu marahin aku, karna bunga merengek sejadi-jadinya karna pengen lihat pake teropong tapi gak ada tangganya.” Jawabku yang begitu kaget karna bisa bertemu dengan mba-mba killer itu lagi..

“Ya betul mas, mbanya kenapa? sakit apa sampai seperti ini?”

“Enggak apa-apa kok mba, aku hanya kalah dalam permainan aja jadi aku harus dibotakin dan suamiku menggendongku sebagai taruhannya.” Kembali kamu berbohong pada orang lain.

“Oh, Permisi semuanya tolong izinin mas yang ini duluan karna dia menggendong istrinya yang sedang sakit.” Kata mba-mba itu yang mungkin mengerti bahwa kamu sedang berbohong.

Dan semua orang yang mengantri di situ mengizinkan kami untuk masuk lift duluan.

“Terimakasih banyak ya mba.” Katamu pada mba-mba itu.

  Kita pun langsung menaiki lift tanpa harus mengantri karna bantuan mba-mba yang memarahiku dulu saat kamu memintaku untuk menjadi tangga untuk melihat menggunakan teropong.

“Yah hujan. padahal aku pengen lihat kota jakarta dari sini saat cerah.” Katamu yang begitu sedih karna di luar hujan.

“Ya sudahlah masih ada lain waktu jadi sekarang kita akan menikmati dinginnya hujan.”

“Kumbang, kamu masih ingat saat kamu menanyakan kalau aku nangis?”

“Iya masih inget. Saat itu kamu naik dipunggungku terus kamu berkata sesuatu lalu nangis tiba-tiba.”

“Ya itu karna keadaanku saat ini.”

“Hmmmm sebenarnya kamu kenapa bisa sampai seperti ini?”

“Sesuatu yang tak harus aku ceritakan.” Tiba-tiba air matamu turun dan mulai membasahi baju bagian pundakku.

“Kenapa kamu menangis? Maaf kalau kata-kataku salah. Jangan nangis dong, hari ini kita harus senang-senang.”

“Gak apa-apa kok. Iya, maafin aku ya.”

“Ya udah kalau gitu kamu mau pake teropong itu lagi enggak? Kali ini kita lihat bareng ya soalnya disana ada tangganya.”

“Iya.”

Saat kita sedang asyik melihat kota jakarta yang sedang diguyur hujan tiba-tiba kamu berkata
“Kumbang lihat keopojokan sana deh, disana ada sepasang kekasih sedang berantem padahal sebelumnya aku lihat mereka asyik foto-foto.”

“Mana?” Tanyaku.

“Itu yang disana.”

Hampir semua pengunjung yang ada di atas melihat mereka yang sedang berantem yang entah mempeributkan tentang apa namun tiba mba-mba yang memarahiku dulu dan yang membantuku agar tak usah mengantri saat menuju ke puncak menghampiri mereka dan entah apa yang ia katakan.

Tapi mereka tiba-tiba seperti menghampiri kita berdua dan entah apa yang akan mereka lalukan, namun tiba-tiba
“Lihat mereka berdua, si suami tidak merasa cape atau mengeluh pada istrinya meski dia menggendong istrinya dari tadi. Bahkan mereka bisa menikmatinya dengan canda, tawa. Coba kalian tanyakan kenapa mereka bisa seperti itu.” Mba-mba itu berkata pada pasangan tadi.

“Mas maaf kalau boleh tahu apa rahasianya biar bisa awet seperti itu dan gak merasa cape atau mengeluh?” Tanya si pria.

“Ya mas gimana?” Tanya kembali si wanita.

“Eh.” Jawabku yang tak mengerti apa yang akan aku jawab.

Namun tiba-tiba kamu menepuk pundakku dan berkata
“Ayo jawab sayang biar mereka bisa saling mengerti.”

“Eh, iya.”

“Menggendongnya dari tadi memang cape tapi ketika segala sesuatu yang di dasari dari hati semua yang tadinya cape berubah menjadi semangat. Ketika kalian mencintai seseorang jangan melihatnya dari fisiknya karna fisik bisa berubah seiring berjalannya waktu namun lihatlah hatinya karna jika kalian menjaganya dengan tulus, dia akan tetap bersamamu meski cobaan seberat apapun. Kalian bersama untuk melengkapi satu sama lain karna setiap manusia memiliki kekurangan. Kekurangan itu yang akan kalian lengkapi, dengan cara kalian masing-masing. Pertengkaran memang akan tetap ada dalam sebuah hubungan namun semua akan berakhir ketika kedua belah pihak berkata ‘maaf’, karna pertengkaran salah satu cara untuk mendewasakan dan mengerti satu sama lain.”

“Wah kata-kata mas bikin aku sadar bahwa pertengkaran kita tadi hanya sepele tapi kita malah mempermasalahkannya seakan begitu besar.” Si wanita berkata.

“Maafin aku yah sayang, aku tadi hanya memikirkan ego ketimbang perasaan kamu.”

“Iya sayang, maafin aku juga. Kalau gitu ayo kita pulang saja karna diluar sepertinya hujan sudah reda.” Si wanita berkata.

“Iya sayang.” Pria berkata.

“Makasih banyak ya mas.” Mereka berdua berkata lalu berjalan menuju lift.

“Wah mas kata-kata mas sangat luar biasa, aku sangat percaya mas bisa berkata seperti itu karna mas melakukannya sendiri. Kalau begitu selamat bersenang-senang ya mas. Semoga istrinya lekas sembuh. Aku permisi dulu.” Mba-mba itu berkata dan menjauhi kita berdua.

“Kumbang, kamu hebat!” Katamu sambil menepuk-nepuk pundakku.

“Hebat apanya? Biasa aja akh. Sakit tahu pukul-pukul pundakku. Daripada mukul-mukulin pundakku mending kita lanjutin lihat kota jakarta dari sini sepertinya hujan mulai reda.”

Dan kita pun kembali menikmati indahnya kota jakarta dari puncak monas, dan saat itu kita menikmati setiap detiknya dengan canda dan tawa.

“Bunga lihat hujannya udah berhenti, saatnya ketempat yang kamu suka. Mau kan?” Tanyaku dan meilhat keluar yang memang hujan telah berhenti.

“Iya, aku pengen banget kesana mungkin senja kali ini bisa terlihat”

“Oke kalau gitu. Ayo kita berangkat.”

Kita pun langsung menuju lantai satu ketempat yang sangat kamu suka, yang menurutmu begitu indah melihat senja dari tempat itu.

“Oh iya kumbang, bagaimana kabar orang yang kamu suka? Kamu udah nyatain belum kalau kamu menyukainya.” Tanyamu sesaat kita baru sampai di tempat yang kamu suka.

“Hah? Belum soalnya aku belum berani ngungkapinnya karna sepertinya orang yang aku suka menyukai orang lain. Kamu sendiri gimana kenapa gak ngatain duluan aja?” Tanyaku balik.

“Kalau aku sih karna aku mampu atau enggak bersamanya, mungkin karna keadaanku yang seperti ini dan mungkin waktuku gak akan lama jadi aku gak mungkin mengatakannya. Jika aku mengatakannya mungkin dia tak akan menerimaku dalam keadaanku saat ini.”

“Kamu jangan patah semangat, kamu pasti sembuh. Aku yakin itu.”

“Makasih, aku akan berusaha sekuat tenaga agar sembuh biar pertemuan yang berikutnya aku gak di gendong kamu lagi.hehe”

“Nah kayak gitu dong senyum, kan keliatan cantiknya.”

“Akh kamu malah gombal, mana ada cewe botak cantik.”

“Bunga lihat itu pelangi, indah banget.”

“Wah indahnya, aku berharap entah kapan bisa kesini lagi bersama untuk melihat pelangi lagi.”

“Iya suatu hari nanti, aku akan tunggu saat itu.”

“Bunga udah jam 4 lebih, kita pulang yuk dan lagi kita belum shalat ashar.”

“Kamu mau langsung pulang atau nginep di rumahku dulu?”

“Aku langsung pulang aja karna besok aku harus kerja.”

“Oh, ya udah kalau gitu hati-hati.”

“Iya, kalau gitu ayo cepet naik punggungku.”

“Iya.”

Sesampainya di tempat pertama kita bertemu di sana sudah ada ibumu yang menunggumu.

“Sayang, gimana senang-senangnya?” Ibumu berkata.

“Seru banget mah, aku harap bisa gini lagi suatu saat nanti.” Jawabmu begitu ceria.

“Dek kumbang mau nginep dulu di rumah ibu? Soalnya udah sore biar nanti besok pagi baru pulang.” Tanya ibumu.

“Langsung pulang aja bu, makasih banyak. Soalnya besok harus kerja.” Jawabku saat itu.

“Oh ya udah. Hati-hati yah. Ibu permisi pulang duluan. Makasih banyak udah bikin anak ibu seneng. Assalamu’alaikum.”

“Aku duluan yah kumbang, hati-hati di jalan. Semoga hari ini menjadi hari yang menyenangkan di hatimu. Sampai ketemu lain waktu, Assalamu’alaikum.”

“Ya, terimakasih untuk hari ini. Sampai ketemu lagi, aku akan menunggu pertemuan yang berikutnya. Wa’alaikumsalam.” 

Dan kamu dan ibumu perlahan menjauh dan pertemuan hari itu berakhir dengan begitu bahagia karna bisa bertemu denganmu lagi dan aku berharap pertemuan berikutnya kamu telah sembuh dari penyakitmu dan mungkin saat itu aku akan benar-benar mengatakan bahwa aku menyukaimu meski kamu tak menyukaiku.

Waktu terus berlalu dan aku pun sampai terminal dan menunggu bus yang menuju kampung halamanku.
“Udah jam 7 lebih tapi busnya belum dateng juga. Bakalan nginep di terminal kalau gini.” Pikirku saat itu.

Namun tiba-tiba handphoneku berbunyi.

“Nomer siapa ini?” Tanyaku dalam hati.

Dan aku pun mengangkat telpon itu.

“Dek kumbang, Cahaya.” Seorang wanita seperti ibu-ibu berkata dari hpku yang menangis sejadi-jadinya seperti terjadi sesuatu yang menakutkan.

“Cahaya?” Tanyaku yang tak mengerti apa yang ibu itu katakan.

“Ini ibu kumbang, Bunga. Bunga kritis. Dek kumbang dimana sekarang?” Tanya wanita itu yang ternyata ibumu.

“Bunga? Ada apa dengan bunga bu?”

“Saat ibu dan bunga baru sampai rumah tiba-tiba bunga pingsan. Saat ini kita lagi di rumah sakit. Kalau dek kumbang belum berangkat bisa kesini dulu?”

“Ya bu, saya segera kesana.”

Aku pun langsung menuju ke rumah sakit untuk menemuimu.

Pikiranku tak menentu saat itu karna aku membayangkan apa yang kita lakukan hari itu, perlahan-lahan menghilang.

“Bunga! Bunga bangun!” Kataku saat itu yang mencoba membangunkanmu.

Mata itu, matamu perlahan-lahan terbuka dan melihatku.

“Kumbang, aku..... aku..... aku...... Terimakasih.” Kata terakhirmu yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya.

“Tuuuuuuuuuuuuuuttttttt” Suara penditeksi detak jantung.

“Bunga banguuuunnnnn!!!”

Semua yang aku harapkan tak seperti kenyataan, yang tersisa hanya dalam pikiranku saat itu adalah apa yang kita lakukan selama ini dan semuanya tak menentu seakan-akan setiap detik menghancurkanku, saat itu tiba-tiba semuanya mulai gelap dan aku pun tak mampu mendengar semua orang yang berada disekitarku.


Hari itu aku harap semuanya hanya mimpi meski itulah kenyataan yang sebenarnya.

“Aku dimana?” Kataku saat itu aku terbangun.

“Kakak, akhirnya kamu sadar?” Seorang pria berkata dan ternyata itu ayahku.

“Aku dimana sekarang dan bunga dimana?” Tanyaku saat itu karna heran, karna ada ayah, ibu disana dan aku terbangun sudah berada di kasur rumah sakit.

“Kamu semalam pingsan terus ayah di hubungi oleh ibunya bunga lalu ayah langsung kesini sama ibu.” Jawab ayahku.

“Pingsan? Terus bunga dimana? Dia baik-baik aja kan?”

“Bunga sudah pulang.”

“Pulang? Berarti dia udah sehat lagi, syukurlah kalau gitu.”

“Bukan pulang ke rumah tapi.” Ibuku berkata.

“Tapi apa bu?”

“Pulang ketempat peristirahatan terakhir.” Ayahku berkata.

“Jangankan untuk mengantarkanmu ke tempat peristirahatanmu untuk yang terakhir, saat melihatmu pergi. Aku harus pingsan. Mungkin benar yang kamu katakan kalau aku ini sangat parnoan karna melihatmu pergi, aku sampai pingsan hingga tak sempat mengantarkanmu ke tempat terakhirmu beristirahat.” Dalam hatiku berkata.

“Kakak? Kakak baik-baik aja kan?” Ibuku berkata.

“Aku baik-baik aja bu, yah.” Jawabku.

“Dek kumbang udah sadar, syukurlah kalau gitu.” Seorang wanita berkata dan berjalan mendekatiku yang ternyata ibumu.

“Ibu bunga, maaf ya bu, aku ngerepotin ibu karna aku pingsan dan gak bisa antar bunga ke tempat peristirahatan terakhir.”

“Gak apa-apa dek kumbang, yang penting dek kumbang baik-baik aja. Oh iya ini titipan dari cahaya. Eh maksudnya bunga.”

“Apa ini?”

“Ibu gak tahu, tapi bunga niatnya mau ngasihiin kado ini saat pertemuan kemarin tapi mengurungkan niatnya, Ibu gak tahu kenapa. Dek kumbang terimakasih telah menjadi orang yang berharga bagi anak ibu karna bunga selalu bercerita tentang dek kumbang dan saat kalian telponan setiap malam, bunga selalu senang.”

“Iya bu.”

“Ya udah ibu permisi dulu, sampai bertemu lagi ya dek kumbang. Permisi ya bu, pak assalamua’alaikum.”

“Wa’alaikumsalam” Jawabku.

“Bu, yah ayo kita pulang.”

“Ya, ayah ke bagian tanya dokter dulu, ibu rapihkan semuanya dulu dan kamu istirahat aja dulu.”

“Iya yah.”


1 Bulan berlalu dari hari kepergianmu aku belum mampu membuka kado darimu karna aku belum mampu menerima kenyataan kepergianmu.

Namun saat itu aku mencoba memberanikan diri untuk membuka kado darimu.
“Bunga sudah sebulan berlalu namun aku masih menganggap kamu masih ada. Aku selalu mengenang saat kita berbincang setiap malam dan apa yang kita lalui selama ini. Kado ini, mungkin hadiah darimu untuk yang pertama dan yang terakhir kalinya. Aku akan membukanya saat ini.” 

Saat aku membuka kado itu dan ternyata
“Gelas bertuliskan ‘WISH YOU HAPPY EVERYDAY’?”


Lalu aku pun membuka tutupnya dan isinya
“Gantungan Shinchan yang bersiap untuk memukul?”



Dan aku pun mengambil apa yang ada di dalam kado itu lagi, di dalamya terdapat foto-foto saat kita pertama bertemu di monas dan sebuah surat terjatuh ke lantai.

“Surat?” Tanyaku dalam hati.

Dan aku pun mengambil surat itu lalu membacanya.

“Dear Kumbang

                Hi kumbang, apa kabarmu sekarang? Aku harap kamu baik-baik saja sekarang, karna saat kamu membaca ini mungkin aku udah gak ada di dunia.

                Kumbang kamu tahu? Kamu adalah alasanku untuk bertahan hidup dan alasanku untuk sembuh. Saat pertama kita bertemu di monas, itu adalah hari yang begitu menyenangkan dan menyedihkan dalam hidupku, karna hari itu aku mendengar percakapan orang tuaku bahwa aku di vonis kanker. Saat itu aku langsung berlari menuju monas mencoba lari dari kenyataan namun saat itu aku bertemu denganmu.

                Aku yang selalu berharap memilki pacar dan suami yang mungkin gak akan ke sampaian karna memang penyakitku, tapi sikapmu yang polos membuatku bisa mewujudkan harapanku saat itu meski hanya bercanda. Saat itu adalah saat yang begitu menyenangkan bersamamu, aku sangat bahagia hari itu bersamamu. Namun semua harus berakhir, aku tak pernah tahu namamu dan semua tentangmu. Meski harus berakhir, namun kamulah alasanku agar berusaha untuk sembuh dari penyakitku.

                Saat aku berusaha untuk sembuh, semangatku begitu tinggi, karna harapanku agar bisa bertemu denganmu lagi namun sayangnya tubuhku tak mampu untuk bertahan, setiap hari kondisiku terus menurun hingga aku sempat berfikir untuk menyerah. Namun tanpa sengaja aku melihat fotomu di facebook temanku, dan ternyata itu memang benar kamu, aku pun melihat profile tentangmu dan sepertinya kamu memang suka menulis karna kamu selalu menulis tentang merindukan seseorang. 

                Aku pun akhirnya mendapatkan nomor telpon kamu yang kamu pajang di profile facebookmu. Aku pikir nomormu gak aktif namun saat aku mencoba menelponmu ternyata aktif dan kamu mengangkatnya. Saat itu aku begitu senang, semangat yang dulu perlahan memudar kini kembali bersinar, dan itu karenamu. Dan setelah itu kita pun berbincang setiap malam. Karna aku sadar dengan kondisiku yang mungkin tak akan bisa bersamamu, aku hanya berharap bisa membuatmu lebih dewasa dan bijaksana dari pertama kita berjumpa karna sifat polosmu yang membuatku berpikiran seperti itu.

                Aku selalu berpikir waktuku tak akan lama hingga aku memberimu kado yang mungkin akan kamu lihat saat ini sebuah gelas bertuliskan ‘WISH YOU HAPPY EVERYDAY’ dan gantungan kunci shinchan yang akan memukul. Aku memberikan hadiah itu agar kelak saat kamu menggunakan gelas itu aku harap kamu akan selalu behagia setiap hari dan untuk gantungan shinchan, aku harap saat kamu sedang sedih atau pun sedang berada dalam suatu masalah kamu akan kembali bersemangat karna ekspresi shinchan yang akan memukul sehingga kamu sadar bahwa kamu harus kembali bangkit dan bersemangat kembali. 

                Kumbang, aku menyukaimu, aku besryukur terlahir diwaktu yang sama, terimakasih telah hadir dalam hidupku namun aku tak pernah bisa bersamamu untuk selamanya. Untuk itu temukan wanita yang lebih baik dariku dan hiduplah untuk bahagia mulai saat ini meski tak bersamaku.
                                                                                                                                               
From


                                                                                                            Bunga                                 
    



10 Tahun berlalu

“Ayah!”

“Iya sayang.”

“Ayah lagi ngapain disini? Kata ibu langsung ke puncak monas aja soalnya nanti keburu sore. Ibu udah nunggu di dalem. Ayo cepetan ayah!”

“Bunga apa kabarmu disana? 10 tahun berlalu. Aku kini sudah memilki istri dan anak. Dan sekarang aku begitu bahagia seperti apa yang kamu katakan. Semoga kamu tenang disana.”

“Iya bunga sayang.”


THE END





Saya Asep Saepudin mengucapkan terimakasih bagi yang sudah membaca, semoga apa yang tertulis dapat bermanfaat untuk kita semua.

Bagi yang menginginkan cerita ini kalian bisa download file ini dalam bentuk pdf dan didalamnya terdapat juga sebuah film yang menurut saya bagus.



See you 

Jual Gamis Pria Muslim